Rabu, 19 April 2017

Mahasiswa Makassar Tuntut Sulawesi Merdeka

Republika: Mahasiswa Makassar Tuntut Sulawesi Merdeka
Mardhika Wisesa Fri, 22 Oct 1999 10:11:49 -0700

MAKASSAR - Mahasiswa Makassar mengaktualisasikan kekecewaan terhadap "pengkhianatan" Golkar dengan turun ke jalan. Bahkan mereka sempat menutup Bandara Hassanudin dan sekaligus menuntut dibentuknya negara Sulawesi Merdeka. Sekitar 20 ribu mahasiswa gabungan dari Univ Negeri Makassar (UNM/dulu IKIP Ujungpandang), Univ Muslim Indonesia (UMI), Univ 45, Univ Muhammadiyah, dan IAIN itu mengawali aksinya pada pukul 09.00. Mereka memadati Monumen Mandala di pusat kota dan mengadakan upacara pendeklarasian terbentuknya Negara Indonesia Timur dengan Makassar sebagai ibu kotanya. 

Seusai shalat Jumat, arak-arakan mahasiswa pun bergerak berkeliling kota. Tujuannya untuk mensosialisasikan pembentukan negara tersebut kepada masyarakat. Akibatnya, suasana Kota Makassar sempat tegang. Pusat pertokoan seperti di bilangan Somba Opu, yang dilalui arakan mahasiswa-pun tutup. Namun, aksi turun ke jalan itu berlangsung tertib. Arakan mahasiswa pun menuju ke Bandara Hasanuddin, sekitar 20 km dari pusat kota. Sekitar 1.000 personel petugas keamanan gabungan, di antaranya Brimob, PHH, dan Dalmas -- berusaha menghadang arus mahasiswa. Akibatnya bentrokan kecil pun meletup. Demi menghindarkan bentrokan lebih parah, Kadit IPP Polda Sulsel Kol Pol Timbul Sianturi didampingi Kapolres Maros, Letkol Pol J Kastalani bersama pengurus lembaga mahasiswa, bernegosiasi selama sejam. Akhirnya disepakati mahasiswa boleh mengibarkan bendera Sulawesi Merdeka di salah satu pojok bandara. 


Bendera bewarna hijau dengan gambar Pulau Sulawesi di tengahnya berkibar diiringi tempik-sorak mahasiswa. Akibat aksi tersebut, jadwal penerbangan sempat kacau. Penerbangan Garuda ke Jakarta yang dijadwalkan pukul 16.00 misalnya, dipercepat setengah jam, sehingga 10 calon penumpang ketinggalan pesawat. Begitupun pesawat yang hendak mendarat di Bandara Hasanuddin dialihkan ke kota lain. Kebijakan tersebut, menurut petugas OIC Bandara Hasanuddin, ditempuh demi menghindari pembajakan pesawat seperti yang dilakukan mahasiswa Univ Hasanuddin dua tahun silam. 

Aksi pendudukan bandara tersebut merupakan muara dari kekesalan mahasiswa atas terpilihnya Megawati sebagai Wapres dan juga pengkhianatan anggota Golkar yang menyebabkan pertanggungjawaban Habibie ditolak. Begitu Megawati diumumkan menjadi Wapres, mahasiswa pada Kamis (19/10) malam menyambutnya dengan membakar ban di depan kampus masing-masing. Ketua Maperwa UNM, Iswari Al Faridzi, mengungkapkan aksi tersebut dipicu kekesalan atas massa pendukung Megawati dengan kelompok mahasiswa seperti Forkot, yang melakukan penekanan melalui aksi jalanan saat SU MPR 99. Iswari menilai tekanan tersebut mempengaruhi keputusan majelis terutama saat pemilihan wapres sehingga menikung dari koridor demokrasi. "Kalau mereka di Jakarta menjual, kami di sini membeli," geramnya. Senada dengan Iswari, Ketua Senat Mahasiswa Fak Teknik UMI, Muh Haris menyayangkan kebijakan yang ditempuh MPR. Menurutnya, MPR hanya memperhatikan aspirasi mahasiswa di Jawa. "Forkot tidak dapat mengatasnamakan mahasiswa Indonesia," tegasnya. 

Menyusul gelombang aksi mahasiswa besar-besaran itu, menurut Iswari, pihaknya kini mengadakan konsolidasi dengan lembaga mahasiswa di perguruan tinggi di berbagai provinsi di wilayah Indonesia Timur. Antara lain yang telah dihubungi, menurutnya, Unhalu, Untad, Unsrat, dan Unpatti, serta Uncen untuk mendapatkan respons soal pembentukan negara baru ini. "Kalau pemerintahan baru ini terus mengebiri aspirasi dunia lain di Indonesia, ide ini akan terus mengkristal. Sulawesi akan menarik garis lurus dari utara ke selatan," tegasnya. Menanggapi tuntutan tersebut, guru besar komunikasi dan hukum Univ Hasanuddin Prof Dr A Muis menilai alasannya kurang rasional karena dipicu kultus individu. Bahkan, menurutnya, tuntutan mahasiswa Makassar itu berbeda dengan tuntutan Aceh Merdeka yang dinilai memiliki alasan kuat. Muis pun mengkhawatirkan gerakan mahasiswa di Makassar itu, mengikuti teori domino, menjalar ke daerah lain. 

Demi menghindarkan jatuhnya korban, Muis mengimbau agar pemerintah melakukan pendekatan persuasif dengan cara menawarkan otonomi luas. Di sisi lain, ia mengimbau mantan Presiden BJ Habibie bersedia ke Makassar untuk menenteramkan mahasiswa. Alasannya, gerakan mahasiswa itu dipicu kekecewaan atas tersingkirnya Habibie, sebagai idola politik mereka dari bursa pemilihan presiden. "Jadi bukan Presiden Gus Dur atau Wapres Megawati," tegas Muis. Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Marwah Daud Ibrahim menyatakan mendukung ide terbentuknya negara-negara federal seperti Malaysia, Amerika Serikat, di Indonesia. 

Mengutarakan gagasan itu terwujud pada 18 Agustus 2000 sehingga selaiknya telah disosialisasikan, Marwah menilai dengan bentuk federal kekuatan Indonesia tidak hanya terpusat di Jakarta saja, tapi juga bisa di daerah-daerah. Jika tak mungkin tiap provinsi, maka negara federal itu bisa dibentuk per pulau. Misalnya federal Sulawesi, federal Riau, federal Aceh, dan federal Kalimantan. Marwah pun menegaskan kuatnya dukungan masyarakat di kawasan timur Indonesia terhadap Golkar karena memang ada niatan Golkar untuk memajukan kawasan itu. Itu ditunjukkan dengan tekadnya mencalonkan tokoh dari timur BJ Habibie menjadi capres. Bahkan, partai politik selain Golkar pun ikut-ikutan mendukung agar Habibie kembali menjadi presiden. "Itu sebabnya dipastikan gagalnya Habibie karena alasan politis belaka." Hal ini pula, menurutnya, yang memicu keinginan masyarakat di kawasan Indonesia Timur untuk mendirikan negara federal yang tetap menjadi satu kesatuan dari negara Republik Indonesia.n amb/ban/ant 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar